36 views 5 mins 0 comments

Cerita Ngargotirto: ‘Menghidupkan’ Kembali Identitas Desa Lewat Lensa Etnofotografi

In Uncategorized
Februari 11, 2025

Foto : Dokumentasi Pribadi

Penulis : Anastacia Annette Yudanti (Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro)
Reviewer : Jazimatul Husna, S.IP., M.IP (Dosen Pembimbing Lapangan)
Editor : Tim Redaksi Eppyco Media

Ngargotirto, Sragen – Desa kecil ini menyimpan begitu banyak cerita, mulai dari ladang jagung hingga keramba ikan nila di tepian Waduk Kedungombo. Namun, di era digital seperti sekarang, pesona kehidupan sehari-hari masyarakat Ngargotirto masih belum tersentuh arus informasi modern. Inilah yang menjadi alasan utama Tim I KKN Undip 2024/2025 melahirkan program etnofotografi “Cerita Ngargotirto.”

Program ini tidak hanya sekadar mendokumentasikan aktivitas warga, tetapi juga menjadi medium untuk menghadirkan wajah Desa Ngargotirto ke dunia digital—lebih dari sekadar informasi, tetapi cerita penuh makna yang menghubungkan manusia, tradisi, dan perubahan zaman.

Ladang Cerita dari Ngargotirto

Mayoritas masyarakat Ngargotirto menggantungkan hidup pada pertanian jagung. Bukan sembarang jagung manis yang biasa kita temui di pasaran, melainkan jagung dengan varietas hibrida nasional (JH) yang berwarna oranye cerah. Setelah dipanen, jagung ini dipupuri, dijemur, lalu dijual kepada pengepul untuk didistribusikan ke pabrik-pabrik pengolahan pakan ternak. Panennya yang berlangsung setiap 3–4 bulan sekali membuat bulan Januari menjadi momen panen raya yang selalu dinanti, terlebih dengan tradisi sedekah bumi menjelang Ramadan sebagai ungkapan syukur kolektif.

Namun, “Cerita Ngargotirto” tidak hanya tentang jagung. Kehidupan di Waduk Kedungombo juga menjadi denyut lain desa ini. Beberapa warga memiliki keramba nila merah dalam skala besar, sementara lainnya bekerja sebagai nelayan individual atau buruh di keramba milik pengusaha. Meski ikan nila menjadi andalan, tak jarang ikan mas ikut melengkapi hasil panen air mereka.

Ada pula warga yang bertani padi dan memanfaatkan pekarangan untuk berkebun aneka sayur dan rempah—mulai dari pisang, serai, hingga singkong. Selain itu, potensi lokal lain muncul dari industri rumah tangga seperti tahu dan susu kedelai, yang biasanya dijual di pasar-pasar sekitar. Semua ini menegaskan bahwa masyarakat Ngargotirto punya beragam sumber penghidupan yang saling melengkapi.

Namun, seiring perkembangan zaman, banyak anak muda Ngargotirto yang memilih bekerja di luar desa, khususnya di pabrik tekstil atau rokok. Rutinitas mereka yang padat, mulai dari berangkat subuh hingga pulang petang, sering kali membuat dinamika organisasi pemuda desa seperti karang taruna berjalan kurang progresif.

Etnofotografi: Menangkap Esensi Kehidupan Desa

Dalam program “Cerita Ngargotirto,” setiap sudut desa diabadikan dengan pendekatan etnofotografi. Melalui kamera, cerita-cerita sederhana namun penuh makna terangkai: petani yang bekerja di ladang jagung, proses pengeringan hasil panen di halaman rumah, hingga kegiatan rutin seperti kerja bakti atau sholawatan di masjid.

Ritme kehidupan masyarakat yang mengikuti tradisi lokal juga menjadi fokus dokumentasi. Sebagai contoh, arisan warga yang berpatokan pada kalender Jawa (selapanan, setiap 35 hari sekali) menjadi salah satu upaya menjaga kebersamaan antarwarga. Kegiatan posyandu keliling yang dipimpin kader desa juga menjadi bukti nyata betapa gotong royong masih hidup di Ngargotirto.

Melalui wawancara singkat dengan warga, cerita tentang tantangan, harapan, dan kebanggaan mereka pun terungkap. Dari seorang petani yang berbicara tentang susah-payah menghadapi perubahan cuaca hingga nelayan yang menceritakan pentingnya Waduk Kedungombo bagi penghidupan mereka—semua cerita ini memperkaya hasil dokumentasi.

Antusiasme dan Kebersamaan

Salah satu hal yang paling berkesan dari program ini adalah sambutan hangat dari masyarakat. Para warga dengan senang hati membuka pintu rumah mereka untuk mendukung pengambilan gambar, berbagi cerita, atau sekadar menunjukkan ladang, keramba, atau kebun mereka. Anak-anak kecil dengan penuh rasa ingin tahu ikut mendampingi, sementara para pemuda desa mulai menunjukkan ketertarikan pada bagaimana teknologi digital dapat memperkenalkan desa mereka ke dunia luar.

“Program ini tidak hanya tentang hasil foto atau video, tapi tentang bagaimana kita sebagai masyarakat bisa belajar menghargai identitas kita sendiri,” ungkap salah seorang perangkat desa. Pernyataan ini seolah menguatkan betapa pentingnya proses dokumentasi ini bukan hanya untuk desa, tapi juga bagi warga sendiri dalam melihat potensi mereka.

Menghidupkan Ngargotirto Secara Digital

Kini, hasil dari program ini telah dirangkai menjadi narasi visual yang siap diunggah ke website resmi desa. Setiap gambar dan cerita di baliknya menjadi representasi nyata kehidupan Ngargotirto, yang mencerminkan nilai gotong royong, keberagaman profesi, hingga tradisi lokal yang tetap lestari.

Dengan adanya dokumentasi ini, Desa Ngargotirto diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain untuk lebih terbuka terhadap inovasi digital, tanpa melupakan akar tradisi mereka.

Penutup
“Cerita Ngargotirto” adalah tentang menemukan cerita dalam keseharian, menangkap makna dalam setiap momen, dan menghadirkan wajah desa yang penuh kehidupan. Lewat lensa kamera, Ngargotirto kini tak lagi hanya menjadi desa kecil di Sragen, tetapi juga sebuah cerita besar tentang semangat, kebersamaan, dan kekayaan budaya yang patut dikenalkan kepada dunia.